1. Sumber
‘aqidah adalah Kitabulloh (Al-Qur’an), Sunnah Rasululloh Shallallohu ‘alaihi
Wasallam yang shohih, dan ijma’ Shalafush Shoolih.
2. Setiapsunnah
yang shohih berasal dari Rasululloh Shallallohu ‘alaihi Wasallam wajib
diterima, walaupun sifatnya ahad (hadist ahad yang sifatnya tidak mencapai
derajat mutawatir). Alloh Ta’ala berfirman: “... Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah, Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah...”
(QS. Al-Hasr:7)
3. Yang
menjadi rujukan dalam memahami Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah nash-nash (teks
Al-Qur’an maupun hadist) yang menjelaskannya, pemahaman Salafush Shoolih dan
para imam yang mengikuti jejak mereka,
serta dilihat arti yang benar dari bahasa Arab. Jika hal tersebut sudah benar,
maka tidak dipertentangkan lagi dengan hal-hal yang berupa kemungkinan sifatnya
menurut bahasa.
4. Prinsip-prinsip
utama dalam agama (Ushuluddin), semua telah dijelaskan oleh Nabi Shallallohu
‘alaihi Wasallam. Siapapun tidak berhak untuk mengadakan sesuatu yang baru,
yang tidak ada contoh sebelumnya, apalagi sampai mengatakan bahwa hal tersebut
bagian dari agama. Alloh telah menyempurnakan agama-Nya, wahyu telah terputus
dan kenabian telah ditutup, sebgaimana firman Alloh ta’ala: “...Pada hari ini
telah aku sempurnakanagamamu untukmu, dan telah aku cukupkan nikmat-Ku bagimu,
dan telah aku ridhoi Islam sebagai agamamu...” (QS. Al-Maaidah:3)
Rasululloh
Shallallohu ‘alaihi Wasallam bersabda: “ Barangsiapa mengada-ada dalam urusan
(agama) kami ni, semua yang bukan bagian darinya, maka amalanya tertolak.”
–Shohih: HR. Al-Bukhori (no.2697) dan Muslim (no. 1718) dari ‘Aisyah
Radhiyallohu ‘anhaa-
5. Berserah
diri (taslim), patuh, dan taat hanya kepada Alloh dan Rasul-Nya, secara lahir
dan bathin. Tidak menolak sesuatu dari Al-Qur’an dan as-Sunnah yang shohih,
(baik menolaknya itu) dengan qiyas (analogi), perasaan,kasyf (iluminasi dan
penyingkapan tabir rahasia seuatu yang ghoib), ucapanseorang syaikh, ataupun
pendapat imam-imam, dan lainnya.
Alloh Ta’ala
berfirman: “ Maka demi Rabb-mu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan
engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,
(sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka menerima dengan
sepenuhnya (QS. An-Nisaa’:65)”
Juga firman Alloh
Ta’ala: “ ... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada allah. Sungguh,
Allah sangat keras hukuman-Nya. ” (QS. Al-Hasyr: 7)
6. Dalil
‘aqli (akal) yang benar akan sesuai dengan dalil naqli (nash) yang shohih.
Sesuatu yang qath’i (pasti) dari kedua dalil tersebut, tidak akan bertentangan
selamanya. Apabila sepertinya ada pertentangan diantara keduanya, maka dalil
naqli (ayat ataupun hadits) harus didahulukan.
7. Rasululloh
Shallallohu ‘alaihi Wasallam adalah ma’shum (dipelihara Alloh dari kesalahan)
dan para Shahabat Radhiyallohu ‘anhum secara keseluruhan dijauhkan Alloh dari
bersepakat diatas kesesatan. sebagaimana sabda Rasululloh Shallallohu ‘alaihi
Wasallam; “ Sesungguhnya Alloh Ta’ala telah melindungi ummatku dari bersepakat
diatas kesesatan” –Hasan. HR. Ibnu Abi ‘Asik dalam As-Sunnah (no. 82)-
8. Bertengkar
dalam masalah agama itu tercela, akan tetapi mujadalah (berbantahan) dengan cara baik itu masyru’ah (disyari’atkan). Rasululloh Shallallohu ‘alaihi Wasallam
bersabda: “ Suatu kaum tidak sesat setelah Alloh memberikan petunjuk kepada
mereka, kecuali karena mereka senang berbantah-bantahan” Kemudian Rasululloh
Shallallohu ‘alaihi Wasallam membaca ayat, “Mereka tidak memberikan
(perumpamaan itu) kepadamu, melainkan dengan maksud membantah saja. Sebenarnya
mereka adalah kaum yang suka bertengkar” (QS. Az-Zukhruf:58) Hasan: HR.
At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim.
9. Kaum
muslimin senantiasa mengikuti manhaj (metode Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam
menolak sesuatu, dalam hal ‘aqidah dan dalam mejelaskan sesuatu masalah. Oleh
karena itu, sesuatu bid’ah tidak boleh dibahas oleh bid’ah lagi. Kekurangan
tidak boleh dibalas dengan berlebih-lbihan atau sebaliknya.
10. Setiap
perkara baru yang tidak ada sebelumnya didalalam agama adalah bid’ah. Setiap
bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya dineraka. Rasululloh
Shallallohu ‘alaihi Wasallam bersabda, “ Setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap
sesat tempatnya di Neraka.” Shahih: HR. An-Nasa’i
Ahlus Sunnah telah
bersepakat tentang wajibnya mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman
Salafush Sholih, yaitu tiga generasi yang terbaik (Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut
Tabi’in) yang disaksikan oleh Nabi Shallalllohu ‘alaihi Wasallam bahwa mereka
adalah sebaik-baik manusia. Mereka juga
sepakat haramnya bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan kebinasaan, tidak
ada didalam Islam Bid’ah hasanah
(bid’ah yang baik). ‘Ibnu ‘Umar berkata: “Setiap bid’ah adalah sesat,
meskipun mansia memandangnya baik.” Atsar Shohih: Diriwayatkan oleh Ibnu Nashr
Al-Marwazi dalam As-Sunnah (no.70).
No comments:
Post a Comment