Saturday, 15 June 2013

Kaidah dan Prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah



Kaidah dan Prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah Dalam Mengambil dan Menggunakan Dalil
1.       Sumber ‘aqidah adalah Kitabulloh (Al-Qur’an), Sunnah Rasululloh Shallallohu ‘alaihi Wasallam yang shohih, dan ijma’ Shalafush Shoolih.
2.       Setiapsunnah yang shohih berasal dari Rasululloh Shallallohu ‘alaihi Wasallam wajib diterima, walaupun sifatnya ahad (hadist ahad yang sifatnya tidak mencapai derajat mutawatir). Alloh Ta’ala berfirman: “... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah...” (QS. Al-Hasr:7)
3.       Yang menjadi rujukan dalam memahami Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah nash-nash (teks Al-Qur’an maupun hadist) yang menjelaskannya, pemahaman Salafush Shoolih dan para imam yang mengikuti  jejak mereka, serta dilihat arti yang benar dari bahasa Arab. Jika hal tersebut sudah benar, maka tidak dipertentangkan lagi dengan hal-hal yang berupa kemungkinan sifatnya menurut bahasa.
4.       Prinsip-prinsip utama dalam agama (Ushuluddin), semua telah dijelaskan oleh Nabi Shallallohu ‘alaihi Wasallam. Siapapun tidak berhak untuk mengadakan sesuatu yang baru, yang tidak ada contoh sebelumnya, apalagi sampai mengatakan bahwa hal tersebut bagian dari agama. Alloh telah menyempurnakan agama-Nya, wahyu telah terputus dan kenabian telah ditutup, sebgaimana firman Alloh ta’ala: “...Pada hari ini telah aku sempurnakanagamamu untukmu, dan telah aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah aku ridhoi Islam sebagai agamamu...” (QS. Al-Maaidah:3)
Rasululloh Shallallohu ‘alaihi Wasallam bersabda: “ Barangsiapa mengada-ada dalam urusan (agama) kami ni, semua yang bukan bagian darinya, maka amalanya tertolak.” –Shohih: HR. Al-Bukhori (no.2697) dan Muslim (no. 1718) dari ‘Aisyah Radhiyallohu ‘anhaa-
5.       Berserah diri (taslim), patuh, dan taat hanya kepada Alloh dan Rasul-Nya, secara lahir dan bathin. Tidak menolak sesuatu dari Al-Qur’an dan as-Sunnah yang shohih, (baik menolaknya itu) dengan qiyas (analogi), perasaan,kasyf (iluminasi dan penyingkapan tabir rahasia seuatu yang ghoib), ucapanseorang syaikh, ataupun pendapat imam-imam, dan lainnya.
Alloh Ta’ala berfirman: “ Maka demi Rabb-mu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka menerima dengan sepenuhnya (QS. An-Nisaa’:65)”
Juga firman Alloh Ta’ala: “ ... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya. ” (QS. Al-Hasyr: 7)
6.       Dalil ‘aqli (akal) yang benar akan sesuai dengan dalil naqli (nash) yang shohih. Sesuatu yang qath’i (pasti) dari kedua dalil tersebut, tidak akan bertentangan selamanya. Apabila sepertinya ada pertentangan diantara keduanya, maka dalil naqli (ayat ataupun hadits) harus didahulukan.
7.       Rasululloh Shallallohu ‘alaihi Wasallam adalah ma’shum (dipelihara Alloh dari kesalahan) dan para Shahabat Radhiyallohu ‘anhum secara keseluruhan dijauhkan Alloh dari bersepakat diatas kesesatan. sebagaimana sabda Rasululloh Shallallohu ‘alaihi Wasallam; “ Sesungguhnya Alloh Ta’ala telah melindungi ummatku dari bersepakat diatas kesesatan” –Hasan. HR. Ibnu Abi ‘Asik dalam As-Sunnah (no. 82)-
8.       Bertengkar dalam masalah agama itu tercela, akan tetapi mujadalah (berbantahan) dengan cara baik itu masyru’ah (disyari’atkan). Rasululloh Shallallohu ‘alaihi Wasallam bersabda: “ Suatu kaum tidak sesat setelah Alloh memberikan petunjuk kepada mereka, kecuali karena mereka senang berbantah-bantahan” Kemudian Rasululloh Shallallohu ‘alaihi Wasallam membaca ayat, “Mereka tidak memberikan (perumpamaan itu) kepadamu, melainkan dengan maksud membantah saja. Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar” (QS. Az-Zukhruf:58) Hasan: HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim.
9.       Kaum muslimin senantiasa mengikuti manhaj (metode Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam menolak sesuatu, dalam hal ‘aqidah dan dalam mejelaskan sesuatu masalah. Oleh karena itu, sesuatu bid’ah tidak boleh dibahas oleh bid’ah lagi. Kekurangan tidak boleh dibalas dengan berlebih-lbihan atau sebaliknya.
10.   Setiap perkara baru yang tidak ada sebelumnya didalalam agama adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya dineraka. Rasululloh Shallallohu ‘alaihi Wasallam bersabda, “ Setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap sesat tempatnya di Neraka.” Shahih: HR. An-Nasa’i
Ahlus Sunnah telah bersepakat tentang wajibnya mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Sholih, yaitu tiga generasi yang terbaik (Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in) yang disaksikan oleh Nabi Shallalllohu ‘alaihi Wasallam bahwa mereka adalah sebaik-baik manusia. Mereka juga sepakat haramnya bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan kebinasaan, tidak ada didalam Islam Bid’ah hasanah (bid’ah yang baik). ‘Ibnu ‘Umar berkata: “Setiap bid’ah adalah sesat, meskipun mansia memandangnya baik.” Atsar Shohih: Diriwayatkan oleh Ibnu Nashr Al-Marwazi dalam As-Sunnah (no.70).

No comments:

Post a Comment